11.18.2012

Ada ‘’Pendatang Baru’’ di Rumah


Luke dan Anna  sering menghadiahkan sindiran sarkasme kepada Isabel  Kelly. Ini dilakukan sebagai bentuk penolakan dan resistensi agar ibu tirinya tak betah di rumah. Tak hanya itu, Isabel pun harus menghadapi konflik akibat tekanan dari  Jackie, mantan istri suaminya yang di vonis menderita kanker dan akan meninggal.

Awal mulanya kedua perempuan ini ‘’bertempur’’ hebat untuk mendapatkan perhatian dari sang anak. Meski pada akhirnya mereka bekerjasama dan saling mendukung. Bahkan kedua anak itu menerima Isabel tanpa menghapus keberadaan sang ibu kandung.

Ini hanya cerita dari film berjudul Step Mom yang dibintangi Julia Roberts dan Susan Sarandon. Meski hanya kisah fiktif, tapi cerita tentang hubungan seorang ibu, dua anak, dengan seorang wanita yang menjadi istri dari mantan suami ini bisa memberikan gambaran tentang konflik yang terjadi dan penyelesaiannya ketika seseorang memutuskan untuk menikah dengan pasangan yang telah mempunyai anak dari pernikahannya terdahulu.

Film itu memang berakhir happy ending. Tapi dalam realita tak semudah itu karena dalam beberapa kasus beberapa pihak yang terlibat sulit berkompromi. Terlebih lagi, ada mitos negatif yang menyertai predikat orang tua tiri. Seperti yang ada dalam benak Luke dan Anna.

”Saya sudah memberikan kasih sayang dan perhatian dan menerima anak tiri seperti layaknya anak sendiri. Tapi meski sudah tiga tahun, semuanya belum berjalan mulus,”ujar Maria, perempuan yang dinikahi duda beranak satu.

Usaha tak kenal lelah terus dilakukan Maria untuk meraih cinta sang anak tiri, hingga ia kemudian memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga. Alasannya, demi kebahagian keluarga barunya.

Ya, menikah dan bercerai adalah fenomena yang sering kita jumpai dalam masayarakat. Dan tak adil rasanya jika memposisikan ibu atau ayah  tiri menjadi sosok penganiaya seperti yang ada di banyak film Indonesia di era tahun 1960 sampai 1980-an yang bercerita tentang kejahatan orang tua pengganti. Sayangnya, stigma itu masih sering menempel dan sulit dihilangkan.

**
Dr. Patricia Papernow seorang pakar keluarga dari New York mengatakan, mengatasi masalah dalam keluarga tiri ini bisa diibaratkan dengan ”menjelajahi jalanan New York City menggunakan peta Boston”.
Maksudnya, fakta dalam keluarga menyebutkan bahwa tantangan dalam keluarga baru mempunyai  permasalahan yang kompleks yang terjadi selama proses beradaptasi. Baik bagi orang tua tiri dengan anak maupun hubungan dengan keluarga kandung. 

Menurutnya, meski pada awalnya tidak mudah, namun hubungan bisa kemudian terjalin dengan kuat dan baik.  Tentunya, itu butuh kerjasama dan kompromi untuk menjalin hubungan antara anak dan orang tua tiri.
Yang harus diingat, seseorang yang menjadi pendamping hidup baru harus menyesuaikan dengan keluarga baru terutama dengan anak-anak dari pasangan yang dinikahinya. Hubungan dengan anak tiri sangat memainkan peran penting dalam membangun ikatan keluarga baru. Seperti yang dilakukan Isabel atau Maria dalam memperlakukan ‘’anaknya’’.

Patricia menambahkan, konflik biasanya terjadi pada diri anak karena pada kasus pernikahan berikutnya muncul rasa takut  tidak dicintai jika ayah atau ibu menikahi orang lain hingga anak merasa berada pada zona yang tidak nyaman. Mereka menganggap orang tua tiri mereka sebagai penyusup dalam hidup mereka di rumahnya. “Imbasnya ada penolakan dari anak. Padahal mereka mempunyai niat dan hati tulus menyayangi dan mencintai anak-anak tirinya seperti anak-anak kandungnya sendiri.”
Faktor yang mempengaruhi hubungan tersebut antara lain usia, seberapa jauh mengenal anak, sebaik apa hubungan dengan sang mantan dan seberapa banyak anak tiri menghabiskan waktunya bersama dengan orangtunya. 

Tapi, menjadi orangtua dengan menggabungkan dua keluarga, atau menikahi seseorang yang sudah memiliki anak bisa juga menjadi pengalaman yang menyenangkan. Dan dalam beberapa kasus, anggota keluarga baru dapat bergaul tanpa hambatan seperti selebritas Indonesia Ashanty, Ririn Dwi Ariyanti. Atau bahkan aktris seksi Hollywood Megan Fox yang sedang menikmati masa bahagia bersama anak tirinya bernama Kassius. Anak dari Brian Austin Green, suaminya bersama Vanessa Marcil.

Yang pasti, Tidak ada formula ajaib dalam menciptakan keluarga 'sempurna' tentunya karena setiap keluarga punya keistimewaan masing-masing. Perlu diingat, pada dasarnya, anak-anak memerlukan kasih sayang dan perhatian. Jadi, Kuncinya yang terpenting adalah komunikasi, kesabaran dan pengertian saat berinteraksi dengan situasi yang baru.

"Banyak hal yang membuat saya bahagia. Tapi saya merasa luar biasa senang ketika anak tiri saya yang berusia sembilan tahun mengatakan saya cantik. Kassius adalah salah satu hal yang paling indah dalam hidup saya dan saya senang menjadi ibu tiri," tandas Megan Fox.

 Noni Arnee

Tak Seperti Don Juan



Apa yang dilakukan Pasangan Angelina Jolie dan Brad Pitt di sebuah restoran mewah dengan pemandangan indah di kota Golfe Juan, Prancis, bisa jadi membuat iri para perempuan. Bagaimana tidak, di sela-sela jadwal padat promosi film terbaru, keduanya masih  bisa mencuri waktu untuk sebuah makan malam romantis di restoran favorit.

Penampilan bintang 'The Tourist' dengan gaun putih rancangan Michael Kors begitu memesona. Ia datang menggandeng mesra pasangan hidupnya melalui pintu belakang dan diantar menuju meja yang sudah dipesan. Sup, anggur dan kue malam itu seolah menjadi bumbu untuk memancarkan energi cinta ketika keduanya  saling memeluk dan beradu pandang dengan mesra.

Hal semacam itu yang diinginkan  perempuan? Pria romantis! Namun, sayang tidak semua perempuan seberuntung mendapatkan pria seperti Brat Pit. “Jangankan makan malam romantis, ketika kami berjalan berdua saja tidak pernah bergandengan tangan,”cerita Maudy  sambil bersungut.

Ya, Hadi, lelaki yang dikenalnya sejak  lima tahun lalu memang terkesan dingin. Tidak hanya tingkah laku, kata-kata yang bisa menghangatkan hati perempuannya pun tak pernah terucap dari bibirnya.  Kecuali sekali ketika mengajak Maudy berumah tangga. “Aku cinta kamu dan ingin menikahimu”, itu saja. Dan kalimat pendek kini seakan tergilas dengan rutinitas pekerjaan yang menyita.

“Terkadang iri dan sebal kalau melihat kemesraan teman dengan pasangannya. Reinald itu seperti tidak ada ekpresinya. Kalau bicara datar dan seperlunya saja. Sama sekali tidak romantis,” imbuh Denanda yang sudah empat tahun ini menjalin cinta dengan Reinald.

**

Tak hanya Hadi dan Reinald, Thomas pun tak serajin seorang Don Juan yang memberikan bunga, berbincang intim pada malam hari dan kecupan kecil untuk kenyamanan  pasangannya. 

Dua tahun diawal pernikahan, Mariana sangat menikmati waktu bersamanya. Kejutan kecil bunga mawar berwarna putih dan obrolan ringan setiap waktu mengiringi perjalanan bahtera rumahtangganya.  “Tetapi tiga tahun terakhir kami sepertinya kehilangan rasa romantis. Jadi biasa saja. Rasanya ingin mengulang kembali suasana awal menikah dulu,” kata Mariana.

Memang menjadi romantis adalah salah satu cara untuk mengekspresikan rasa sayang kepada pasangan. Meski terkadang hanya diungkapkan pada momentum tertentu seperti perayaan ulang tahun atau pada saat Valentine saja. Padahal pengungkapan rasa cinta anda kepada pasangan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.

Dibanding perempuan, karakter seorang pria memang lebih cenderung dingin dan kaku sehingga sulit  mengekspresikan perasaan atau kata cinta di hadapan pasangan. Namun, tak bisa bersikap penuh cinta dan menjadi sosok pasangan romantis bukan berarti pria tersebut  tidak menaruh perhatian yang besar terhadap pasangannya. Salah satu faktornya karena karakter masing-masing personalnya.

Victoria Lukats, psikiater dan ahli dalam relationship untuk Parship.com mengatakan, sikap romantis sangat penting dalam setiap hubungan karena dapat membuat pasangan lebih terhubung, dekat, dan saling memikirkan. "Anda perlu menemukan cara berkomunikasi. Pokoknya apa saja yang dapat membangkitkan perasaan cinta antara Anda dan pasangan. Jika Anda mengatakan mereka harus melakukan hal ini, ajarkan tanpa menggurui," kata Victoria.

Menurutnya, romantis tidak harus dengan memberikan bunga atau mengajak makan malam di tempat mewah. Tetapi, lebih pada sikap saling ditunjukkan ketika bersama. Cara mengajarkan hal romantis pada pasangan, bisa dimulai dari hal kecil.

Seperti, membuatkan teh hangat di pagi hari untuk teman berbincang santai sebelum berangkat ke kantor. Ini akan lebih memberi ide pada pria untuk bersikap romantis dibandingkan sikap cerewet merengek untuk melakukan apa yang Anda inginkan. Memberi contoh adalah cara terbaik untuk belajar, secara perlahan mereka akan mulai mengubah sikapnya menjadi lebih lembut.

Ronald Goldstein, Ph.D., psikolog dan konsultan perkawinan di Newtown, Pennsylvania juga menyebutkan bahwa pria pada umumnya tidak mampu mengekspresikan dirinya secara verbal, oleh karena itu perempuanlah yang perlu menyampaikannya untuk dia. "Menurut saya pria senang mendengar betapa sang istri mencintai dan merindukannya.”

Jadi, apakah perasaan romantis yang menggebu itu identik dengan makan malam berdua yang ditemani cahaya lilin? Sekuntum mawar? Sentuhan hangat setiap waktu? Sanjungan dan ekspresi manis? perayaan hari spesial? Anda bisa menjawabnya.

Karena itu bila ingin menularkan virus romantis pada pasangan, mulailah dari diri anda sendiri. Dari hal yang kecil tapi bermakna. Tidak pernah ada kata terlambat untuk memulai segala sesuatunya demi menambah kemesraan berdua.

 Noni Arnee

Being a Single...



Sudah lima tahun terakhir ini Tika Raharja tinggal bersama anak semata wayangnya dari hasil pernikahan dengan Hasyim. Ia memilih berpisah dari suamin setelah pernikahannya menginjak tahun ketujuh. Ketidak cocokan menjadi alasan Tika.

Sebagai orang tua tunggal, ia pun mengatur segalanya seorang diri.  Mencari nafkah sekaligus membesarkan dan mendidik anaknya. “Saya harus mengatur waktu untuk pekerjaan, anak bahkan mengatasi persoalan di kantor.”

Sejak berpisah, wanita mandiri itu mantap untuk fokus pada anak dan pekerjaannya. Tak heran jika ia tak kunjung mencari pengganti. “Tidak masalah, apalagi keluarga besar juga mendukung,” ucap staf di sebuah perusahaan konsultan asing ini dengan santai.

Terlepas dari penyebabnya. Tak hanya Tika, banyak diantara  perempauan atau laki-laki kini justru memilih untuk tidak terikat kembali pada pernikahan atau pasangan dan berperan sebagai orang tua tunggal (single parent). 

Membesarkan anak sendirian tanpa bantuan pasangan pastilah bukan sesuatu hal yang mudah. Apalagi Kesibukan pekerjaan seringkali memperngaruhi kehidupan pribadi. Belum lagi pada umumnya persektif masyarakat terhadap orangtua tunggal hanya mengukur dari suatu status. Meski ini banyak terjadi di di kota besar. Namun hal ini bukan berarti orang tua tunggal tak mampu berkarir dan membesarkan anaknya dengan baik. “Bagi saya menjadi single parent terkadang suatu pilihan,” Lanjut Tika.

Menurut Anggia Chrisanti Wiranto, konselor dan terapis EFT (emotional freedom technique) di biro psikologi Westaria, menjadi orangtua tunggal sebenarnya bukanlah pilihan tapi bagian episode kehidupan yang harus dijalani dan dihadapi. Karena itu banyak yang kemudian bisa menikmati status itu sebagai anugerah.“Status orangtua tunggal adalah keistimewaan yang tidak diberikan kepada siapa saja. Mungkin, hanya orang-orang kuat dan istimewa yang bisa menerima dan menjalani.”

Tapi perlu diingat bahwa orangtua tunggal itu bukan berarti menjalani peran ganda. Karena tidak akan pernah mampu menggantikan sosok seseorang secara fisik. Misalnya, laki-laki (ayah) tidak akan pernah menjadi sosok ibu. Pun sebaliknya.

Anak tidak butuh sosok ayah atau ibu, melainkan figur ayah atau ibu. Sosok adalah fisik. Sedangkan figur adalah peran dan fungsi sosok itu. Maka, orangtua tunggal harus beradaptasi dengan peran dan fungsi sosok pasangan.“ Figur ibu itu pusat rasa nyaman, menyediakan kebutuhan, memenuhi afeksi  berupa perhatian, sentuhan, pelukan. Sedang figur ayah, pusat rasa aman, seperti peduli, percaya, disiplin, dan lain-lain,”imbuhnya.

Anggia menambahkan, upaya itu dilakukan agar tetap bisa berbahagia dan jauh dari depresi. Bisa  berperan maksimal sebagai orangtua bagi anaknya. Dan anak menerima kondisi itu dengan riang.
Karena itu, bersama pendamping hidup ataupun tidak (single parent) yang harus ada dalam diri adalah pola pikir dan pola sikap untuk menentukan kebahagiaan.  “Hidup adalah pilihan. Ketika tiba-tiba menjadi orangtua tunggal  dan menjadi sendiri lagi dengan anak, pilihan yang ada adalah depresi atau bahagia. Karena pilihan ada di tangan kita, ya, pilihlah bahagia.”

Dengan kata lain, tidak ada orang lain yang bisa membuat bahagia. Baik itu pasangan hidup, sahabat, uang, hobi, kecantikan atau sesukses apa hidup kita. Karena yang bisa membuat diri kita bahagia adalah diri sendiri. 

Noni Arnee

2.13.2011

dr. Endang Ambarwati, SpRM

Waspadai Riwayat Sudden death di Keluarga

Dr. Charles Limantoro, SpPD-KKV,FINASIM
Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

Orang akan selalu bertanya dan mengkaitkan hal-hal yang tidak masuk akal ketika menemukan kejadian kematian mendadak. Tapi dalam ilmu kedokteran, tidak satupun dari penyakit yang terjadi secara kebetulan. Begitu juga dengan kasus Sudden Death Syndrome (sindroma kematian mendadak).

Sudden Death atau kematian mendadak sering tercatat sebagai kematian yang disebabkan penyakit alamiah (didapat/kongenital) tapi terjadi seketika dan tak terduga pada orang yang diketahui sakit maupun sehat. ”Tapi tidak diharapkan dan muncul secara spontan dari sebab fisiologis, maka kematian tersebut dikarenakan penyebab yang alami,” jelas Spesialis Penyakit Dalam, Konsultan Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, dr. Charles Limantoro, SpPD-KKV,FINASIM.

Sebenarnya, lanjut staf Sub Bagian Kardiologi Bagian Penyakit Dalam RSUP dr. Kariadi Semarang ini, banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya Sudden Death atau kematian mendadak. Tapi sebagian besar munculnya lebih disebabkan karena penyakit kardiovaskular atau penyakit jantung dan pembuluh darah. ”Dua hal ini yang menjadi pemicu terbesar munculnya sudden death, khususnya penyakit jantung koroner.”

Memang bagi orang dewasa dan usia lanjut yang tidak memiliki penyakit degenarif seperti penyakit jantung, stroke, atau diabetes, sudden death seringkali tidak terdeteksi dan disadari oleh orang lain.
”Selain penyakit jantung koroner dan kelainan jantung bawaan, yang perlu diperhatikan adalah kelainan-kelainan primer dari kelistrikan otot jantung yang mengakibatkan irama jantung, peredaran darah dan oksigen dijantung terganggu,” imbuh anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia ini.

Kelainan primer dari kelistrikan otot jantung ini bisa terjadi jika pusat-pusat listrik dalam jantung mengalami gangguan karena faktor bawaan, gangguan elektrolit atau hehidrasi berat dalam jantung karena tidak mendapat suplai ”makanan” yang cukup

Kelainan ini perlu diwaspadai karena sifatnya menurun, jadi bisa dialami pada usia muda.Sehingga untuk mengetahui, salah satu cara adalah dengan mencari tahu apakah di dalam anggota keluarganya ada yang memiliki riwayat kelainan jantung dan meninggal mendadak.

Penanganannya tergantung pada tingkat keparahan penyakit jantng tersebut. Akan lebih mudah, jika sejak kecil sudah diketahui mempunyai ciri-ciri yang menunjukkan si anak mempunyai kelainan jantung. Namun, kondisi bisa berbalik, bahkan bisa menimbulkan sudden death jika penyakitnya tidak terdeteksi hingga dewasa. ”Misalnya pada laki-laki usia muda yang sering merasakan nyeri di dada, kecapekan dan cepat lelah ketika beraktifitas. Kondisi ini terjadi karena irama jantungnya terganggu.”

Menurut dr. Charles, upaya pengenalan dini terhadap penyakit jantung koroner sebenarnya perlu diajarkan secara luas kepada masyarakat, agar serangan yang berat/kematian mendadak dapat dihindari. Seperti di luar negeri, dimana masyarakatnya mempunyai pengetahuan untuk melakukan penanganan pertolongan pertama jika menemui kasus tersebut, sehingga penderita masih bisa diselamatkan. Berbeda dengan di Indonesia yang seringkali terlambat mendapatkan penanganan medis, sehingga nyawanya tak tertolong lagi.

Karena itu, bila ada keluhan yang mencurigakan, terutama pada usia diatas 35 tahun dan mempunyai faktor resiko, sebaiknya segera memeriksakan diri. Berbagai terapi dari mulai pemberian obat, kateterisasi jantung hingga operasi hanya salah satu cara penyembuhan. ”Yang terpenting adalah pencegahan, yakni dengan cara deteksi dini bagi keluarga yang memiliki riwayat kesehatan kelainan jantung agar mendapatkan penanganan profesional lebih cepat dan menjaga pola hidup yang baik dan sehat,” jelasnya.

Noni Arnee

10.25.2010

"Kebebasan" Itu Memunculkan Konflik

Baru seumur jagung mimpi gadis keturunan Belgia Aurelie Moeremans (17) menjadi aktris, kini gadis itu sering menghiasi layar kaca karena pemberitaan miring. Ia ”tersandung” perselisihan dengan ibu kandungnya Sri Sunarti.

Bahkan ia nekad mengadu ke kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) karena merasa ”dikekang” dan dilarang pacaran dengan Robby Tremonti, pria yang berusia11 tahun lebih tua darinya.

”Aku terlalu sering diatur. Sebagai anak yang menginjak dewasa, aku tidak ingin di kekang,” tutur bintang film D’Love itu.

Kehidupan glamor dan pergaulan di dunia selebritis yang dia lakoni merasa ”diganggu” ibundanya. Namun, tidak hanya Aurelie yang ”berteriak”. Sang kekasih pun cawe-cawe memojokkan sang ibu.

Kebebasan yang diinginkan Aurelie pun harus dibayar mahal. Hubungan ibu-anak ini menjadi tidak harmonis. ”Dulu aku suka curhat dengan ibu. Tapi sekarang sudah enggak lagi. Sudah menjauh dan aku lebih suka tinggal di apartemen,” tutur dara yang merasa sudah cukup dewasa dan layak berpacaran ini.

Meski mengaku tertekan, hati kecil Aurelie menyadari bahwa tindakan orang tuanya dilakukan demi kebaikannya.

Setali tiga uang dengan Aurelie, aktris belia Arumi Bachsin (16) juga pernah melakukan hal yang sama. Dara keturunan Belanda-Palembang sempat ditampung di Komnas Perlindungan Anak dan bermalam di Polres Jakarta Selatan. Ia ”kabur” dari rumah lantaran Maria Lilian Pesch melarangnya berpacaran.

Sebagai ibu, Maria memang memberikan aturan yang telah disepakati Arumi. ”Saya kira setiap keluarga mempunyai aturan. Kalau kami minta Arumi untuk pacaran saat usianya lebih 17 tahun, saya pikir itu lumrah dan wajar. Arumi juga menyepakatinya,” ungkap
nya.

Menurut ibundanya, meskipun Arumi sudah dewasa dan mempunyai manajer sendiri, bukan berarti sang mama cuek saja. “Aku tidak melepas Arumi. Saya juga manajer Arumi selamanya karena aku mamanya, dia anak perempuanku,“ imbuhnya.
Mari kita longok Pasal 1 UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak: “bahwa anak adalah seseorang yang belum genap berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.“

Jadi, Aurelie Moremans dan Arumi Bachsin masih tergolong anak di bawah umur.
Rupanya Aurelie tak sabar menggapai “kebebasan“ yang diinginkan. Berbeda dengan Arumi yang kemudian mengaku mendapat pelajaran berharga selama berselisih paham dengan ibunya. “Sudah sadar, menurut aku semua itu ada saatnya,“ ujar Arumi.

***
KONFLIK anak dan orang tua seperti yang dialami Aurelie Moremans dan Arumi Bachsin hanyalah contoh kecil konflik yang terjadi dibanyak keluarga. Menurut psikolog, Lita Widyo Hastuti SPsi MSi, hal itu terjadi karena adanya pergeseran pola asuh orang tua terhadap anak. Pada beberapa dekade lalu, anak masih cenderung mengikuti dan patuh dengan pola asuh orang tua. Namun seiring dengan waktu dan pesatnya perkembangan teknologi infomasi, muncul fenomena bahwa anak zaman sekarang mempunyai keberanian untuk menunjukkan keinginannya. Anak mulai menganggap bahwa orang tua tidak selalu benar sehingga mempunyai keinginan untuk melawan. Kondisi ini juga didukung oleh pola asuh orang tua yang lebih modern dan membebaskan anak.

“Dulu budi pekerti masih cukup kental diajarkan anak-anak, tapi di era globalisasi pelan-pelan hilang. Apalagi bersosialisasi dan bergaul dengan dunia luar sehingga anak lebih bisa menyatakan ekspresinya atau keinginannya. Dulu tidak seperti itu.”

Dosen pengajar Pendidikan Seksualitas, Psikologi Perkembangan, Psikologi Keluarga, dan Diagnosa dan Terapi Remaja Unika Soegijapranata Semarang ini menilai bahwa konflik antara orang tua dengan anak khususnya anak yang menginjak remaja, sebenarnya merupakan hal yang lumrah terjadi di mana pun. Bahkan semua konflik yang terjadi antara kedua belah pihak ini tidak selamanya mengakibatkan atau mempunyai sisi negatif.

”Bisa positif karena anak mempunyai keberanian untuk mengungkapkan pendapatnya kepada orang tua. Namun kadarnya sedapat mungkin dijaga supaya tidak berlebihan dan tidak merugikan kedua belah pihak. Konflik pasti muncul, sudah seperti hukum alam.
Karena itu konflik sebaiknya dikelola menjadi sesuatu yang lebih dinamis,” ungkap Lita.

Pada umumnya, anak ”berseberangan” dengan orang tua terjadi ketika anak memasuki masa puber. Pada masa itu emosi anak menjadi lebih rentan dan tidak terkontrol. “Anak sering melihat dari `kacamatanya' sendiri dan orang tua melihat `kau ini anakku'. Dari situlah muncul ketidaksepahaman yang mengakibatkan konflik.“

***
JADI, ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan orang tua untuk mempererat hubungan dengan anak. Yang pertama dengan melatih kepekaan anak untuk berempati terhadap orang lain. “Anak bisa merasakan apa yang orang lain rasakan.“
Kedua, melibatkan anak dalam aktivitas orang tua melalui pembiasaan-pembiasaan kecil agar muncul kebersamaan. “Misalnya, orang tua sedang repot maka si anak diajarkan untuk bersedia membantu.“

Cara lain yang bisa dilakukan orang tua adalah dengan “memasuki“ dunia anaknya, tanpa bertindak sebagai pengontrol. “Coba masuk ke dunianya, misalnya dengan menanyakan aktivitas anak tanpa bermaksud menyelidik atau mendikte dan membuat anak merasa tidak nyaman.“

Lita mengakui, bahwa sebagian besar kasus pertikaian yang terjadi antara anak dan orang tua sangat sulit diselesaikan karena kedua belah pihak lebih menonjolkan egonya dan tidak ada mediator yang membantu menyelesaikan konflik mereka.
“Mediator membantu berbicara secara personal dengan keduanya untuk memberikan pemahaman dan menurunkan ego.
Caranya bisa dengan mengingatkan hal-hal atau momen berharga di antara mereka.“
Selain itu, agar pola asuh lebih fleksibel, Lita juga menganjurkan agar orang tua menerapkan pola layang-layang. “Tarik-ulur".Dilepas tapi suatu saat ketika diperlukan harus ditarik. Jadi, ada batas untuk si anak mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan.“

Pendidikan budi pekerti untuk membangun karakter (character building) anak juga mutlak diperlukan. Sejumlah sekolah internasional dan sekolah terpadu sudah menerapkan hal itu dalam kurikulum sekolah.

Namun lanjut Lita, pelajaran budi pekerti dalam kurikulum sekolah tidak terlalu penting, karena percuma kalau pelajaran budi pekerti diajarkan namun hanya menghasilkan angka-angka.

“Budi pekerti percuma kalau disampaikan hanya dalam wujud kognitif. Yang terpenting penerapannya. Orang tua dan guru satu sama lain secara tidak langsung harus menunjukkan pesan moral ke dalam pelajaran atau kehidupan sehari-hari karena mereka sudah dianggap sebagai role model atau contoh langsung yang bisa dilihat anak.“(62)

NONI ARNEE

Bebrayan 031010

10.11.2010

Di Balik Kelezatan Masakan Ibu

Di Restoran mana kamu bisa menemukan makanan paling lezat? Di mal mana kamu bisa menemukan food court dengan aneka makanan yang menggugah selera?
Jika pertanyaan itu dilontarkan kepada orang yang setia dengan masakan rumah, pasti mereka mempunyai satu tempat istimewa. Ya, di dapur rumah, dengan koki paling hebat, yaitu ibu. Salah satunya, Aryo Kuncoro (32), seorang karyawan swasta di perusahaan ternama di Semarang.

Tak bisa menikmati masakan ibunya dalam waktu yang lama membuat Aryo sering tak punya nafsu makan. Ia hanya makan untuk memenuhi kebutuhan perutnya. Maklum sudah tiga bulan ia tak pulang ke rumah ibunya di Solo. Ia paling sering teringan mangut ayam racikan ibunya.

”Wah..kalau membayangkan mangut buatan ibu, rasanya jadi ingin pulang. Aku sudah coba kemana-mana, tapi tidak ada yang selezat masakan ibu,” kata Aryo memuji menu favorit yang selalu dihidangkan tiap kali Aryo mudik.

Bahkan saking sukanya dengan masakan sang ibunda, tak jarang Aryo membawa mangut ayamnya itu ketika kembali ke Semarang. ”Biasanya pesen ibu untuk masak lebih banyak, buat ”sangu” ke Semarang. Nanti kalau makan tinggal ”dipanasi” saja,” tambahnya sambil tersipu. Kadang, tanpa dimintapun, ibunya telah menyiapkan dalam rantang khusus itu untuk dia bawa.

Adakalanya ketika hidup dirantau seperti Aryo, perasaan rindu masakan dirumah sendiri selalu membayangi. Apalagi ketika membayangkan betapa lezatnya masakan ibu dirumah.

Tidak hanya Aryo yang begitu ”menggilai” masakan ibu. Robi Maulana (30) yang dua tahun terakhir ini bekerja di Semarang pun harus rela ulang alik dari tempat tinggalnya di Salatiga ke tempat kerja.
Robi mengaku sering ”bermasalah” dengan makanan warungan yang dia santap, sehingga ia lebih memilih tinggal bersama sang ibundanya daripada kos.
”Alasan perutlah, lidah saya tidak cocok makan di sembarang tempat. Mungkin terlalu cinta dengan masakan ibu,” ujar Robi sambil tertawa.

Kebiasaan selalu menyantap masakan ibundanya inilah yang membuatnya sensitif dengan makanan. ” Aku memilih tinggal dirumah. Selain lebih aman, masakan itu ibu the best- lah,” tambah Robi.
Robi menganggap, dari semua masakan di bumi ini, ia paling suka dengan masakan ibunya. Apalagi ketika membayangkan ibundanya meracik bumbunya dengan penuh kelembutan dan senyuman. ibu memasaknya dengan penuh cinta dan kasih sayang kepadan anak tunggalnya. Mungkin ini yang membuat Robi selalu ketagihan masakan ibundanya.

***

Bagi sebagian orang, makanan masakan ibu memang tak ada duanya. Dengan rasa apapun, kenikmatan menyantap makanan itu selalu terasa berbeda. Apalagi ketika hidup dirantau orang, walau tersebar banyak makanan, tetep perasaan rindu masakan dirumah sendiri selalu membayangi. Tak cukup membayangkan betapa gurihnya masakan sang Bunda tercinta dirumah.

Psikolog, Dr. Endang Widyorini, Psi, menilai, ungkapan perasaan Aryo yang selalu kangen dengan mangut ayam ibunya, menjadi sesuatu hal yang wajar. Itu merupakan salah satu bentuk kehangatan masa lalu yang didapat hingga sekarang dari seorang ibu. ”Itu wajar dan banyak orang merasakan hal itu, apalagi ketika jauh dari orangtua.”

Hal ini terjadi karena menurutnya, selama perkembangan si anak, seorang ibu lebih banyak berperan dibandingkan ayah. Ibu lah yang memenuhi kebutuhan dari kebutuhan primer, sekunder, fisik, psiologis. Sehingga hubungan ini lah yang terjaga sejak anak kecil hingga tumbuh dewasa.
”Sejak kecil ibu mengurus anaknya, memberinya makanan dan mencukupi semua hampir kebutuhan emosional anak. Saat ibu memasak makanan anak-anaknya, ibu melakukannya dengan rasa cinta dan sepenuh hati. ibu memakai resep, bumbu yang tak dijual di toko manapun. Bumbu itu bernama bumbu cinta,” imbuh Ketua Program Magister Psikologi Unika Soegijapranata Semarang itu.

Lanjut Endang, bahwa rasa kangen Aryo dengan mangut ayam ibu, itu salah satu bentuk kehangatan yang didapatnya dari ibu. ”Pulang ke rumah makan mangut bikinan ibu itu beda, ada suasana menghangatkan yang didapat, rasa kasih sayang ke ibu.”

Terkadang tidak bisa dipungkiri, hubungan antara anak laki-laki dan ibu biasanya memang lebih erat dan sayang dibandingkan hubungan antara anak perempuan dengan sang bunda.
Bagi seorang anak, ibu berfungsi sebagai pemberi kasih sayang primer, sekunder, dan psikologis. ”Sementara figur ayah hanya menjadi model bagaimana anak berhubungan dengan dunia luar, tidak secara emosional.”

Endang menambahkan, jika kondisi atau perasaan ketergantungan mencari kehangatan kash sayang seorang ibu masih dalam batas normal, hal itu justru menunjukkan hal yang positif.
”Itu bagus kalau hubungannya sehat, artinya ketika pada saat tertentu masih bisa melihat hubungan antara ibu dan anak masih secara obyektif bahwa nantinya akan mempengaruhi sisi psikologis anak. Misalnya, jika nantinya menuju jenjang pernikahan, laki-laki bisa lebih menghargai istrinya.”

Ketulusan ibu untuk membuat hubungan yang akrab akan menjaga perilaku anak lakinya tetap lurus dan terkendali saat ia dewasa.Tapi ketika perilaku itu berlebihan, justru akan berdampak negatif. ”Banyak kasus penyimpangan kejiwaan karena perlakuan yang berlebihan. Misalnya tidak hanya mencintai masakan ibu, tapi juga memposisikan ibu sebagai sosok yang segala-galanya.Perilaku negatif akan muncul, seperti Oedipus Complex, anak laki-laki yang menjadikan ibunya sebagai ”kekasih”nya.”
****
Sejumlah penelitian bahkan juga menemukan,bahkwa anak laki-laki jarang terlibat masalah atau berperilaku negatif ketika dewasa jika si anak punya hubungan yang akrab dengan si ibu semasa kecilnya.

Dalam penelitiannya, Dr Pasco Fearon, seorang ilmuwan dari Sekolah Psikologi dan Ilmu Bahasa Klinis, dari Universitas Reading, Inggris, baru-baru ini menganalisis 69 penelitian yang melibatkan hampir 6 ribu anak-anak berusia di bawah 12 tahun.
Hasilnya ditemukan, anak laki yang tidak punya hubungan akrab dengan ibu cenderung menjadi lebih agresif dan menderita masalah kesehatan mental. Khususnya anak laki-laki, yang pada tahun-tahun pertama kehidupannya tidak mendapat ikatan yang aman dari ibu mereka, memiliki lebih banyak masalah perilaku di kemudian hari.
Sebaliknya, anak laki akan tumbuh menjadi pribadi yang tenang, percaya diri dan punya banyak empati jika memiliki kenyamanan dengan ibunya ketika masa anak-anak.
Anak-anak membutuhkan kekuatan kedua dari orang-orang terdekatnya untuk bisa mengatasi hidup dan tantangannya. Karena anak-anak tidak akan mampu mengatasi risiko yang besar dalam masalah perilaku.

Kualitas hubungan antara anak dan orangtua adalah faktor penting untuk perkembangan anak-anak. Menurut teori kelekatan atau teori ikatan (attachment theory)--yaitu teori dalam psikologi yang menaruh perhatian pada ikatan emosional antara dua atau lebih individu--anak-anak membutuhkan keterikatan dengan sedikitnya satu orang pengasuh untuk mengembangkan emosi dan sosial mereka. Menurut teori yang dicetuskan oleh psikoanalisis John Bowlby ini, tanpa mendapat kebutuhan ini, anak akan kerap menghadapi masalah kejiwaan dan sosial yang permanen.

Tak mengherankan, terdapat hasil penelitian di kalangan pengusaha sukses di kalangan China,bahwa salah satu ciri kehidupan mereka adalah senantiasa menghormati ibu sedemikian rupa karena yakin sosok ibu itulah pilar kesuksesan mereka.
Sama halnya ketika hubungan itu dianalogikan dengan ekstrem, namun sedikit banyak mengandung kebenaran. Bahwa hubungan ibu dan anak ibarat mata dan tangan. Dan tentunya buhungan itu bisa diwujudkan dengan berbagai cara, salah satunya melalui kelezatan masakan.

Noni Arnee

Bebrayan_260910